Kamis, 27 November 2008

Solicitors v.s. Barristers


Kalau di Indonesia kita hanya mengenal Advokat atau Pengacara (UU No. 18 Tahun 2003 tidak mengenal istilah "Pengacara"), yaitu seseorang yang memberikan jasa layanan hukum kepada mereka yang membutuhkan, maka di negara-negara Common Law System -- khususnya Inggris -- dikenal beberapa profesi yang berkaitan dengan jasa layanan hukum, yaitu:
- Solicitors, mereka ini memberikan jasa layanan hukum berupa konsultasi dan pendapat hukum secara umum, mereka tidak dapat maju membela klien mereka di Pengadilan (menangani perkara litigasi);
- Barristers, pada umumnya mereka memiliki spesialisasi bidang hukum tertentu (misalkan family law, tax law atau criminal law) dan mereka dapat maju untuk mewakili klien di Pengadilan, mereka sering pula disebut sebagai Trial Lawyer.

Klien yang memiliki permasalahan hukum pada umumnya menghubungi Solicitor terlebih dahulu untuk berkonsultasi dan mendapatkan opini hukum terkait permasalahan yang dihadapi. Apabila memang diperlukan langkah litigasi untuk menangani perkara tersebut, maka Solicitor akan menghubungi Barrister (sesuai dengan spesifikasi kasus) untuk mendapatkan second opinion mengenai kelebihan dan kelemahan kasus posisi sebelum maju ke Pengadilan.

Di Inggris seorang Barrister senior juga disebut sebagai Queen's Counsel atau Silk ("sutra"), mengapa? Karena pakaian resmi yang mereka pakai di Pengadilan terbuat dari sutra.

Rabu, 26 November 2008

Menyusun Jawaban Tergugat

Kapan Diajukan?
Dengan berlakunya Perma No. 2 Tahun 2003 yang kemudian diganti dengan Perma No. 1 Tahun 2008, pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang pertama diwajibkan untuk menempuh proses mediasi kurang lebih selama 40 hari kerja dan dapat diperpanjang selama 14 hari kerja. Apabila mediasi gagal, para pihak kembali menghadap Majelis Hakim dan pemeriksaan perkara akan dilanjutkan kembali dengan pembacaan Surat Gugatan. Untuk sesi sidang berikutnya akan diagendakan Jawaban Tergugat - dengan demikian Jawaban Tergugat diajukan apabila proses mediasi gagal dan setelah Surat Gugatan dibacakan.

Bagaimana Menyusunnya?
Seperti halnya "memasak" Surat Gugatan, yang telah kita bicarakan beberapa waktu yang lalu, maka menyusun Jawaban Tergugat juga memerlukan beberapa BAHAN BAKU (raw materials), yaitu:
1. Hasil pengamatan atas prosedur pemanggilan
Dalam hal ini perhatikan relass panggilan sidang, menurut ketentuan HIR harus terdapat interval 3 hari kerja sebelum sidang pertama, apabila tidak terpenuhi maka pemanggilan itu tidak patut dan Tergugat dapat membantah untuk menghadiri dan menjawab gugatan tersebut;
2. Surat Gugatan
Pada saat menerima relass panggilan sidang, Tergugat akan menerima pula satu salinan Surat Gugatan...Nah, Surat Gugatan inilah yang akan menjadi bahan pokok dalam menyusun Surat Gugatan. Lakukan analisa hukum yang mendalam atas Surat Gugatan tersebut, kemudian dari hasil analisa tentukan pembelaan yang dapat dilakukan apakah masuk ke dalam EKSEPSI ataukah POKOK PERKARA.
3. Keterangan Tergugat
Ini merupakan bahan pelengkap yang utama, karena keterangan Tergugat akan melengkapi dan memperkuat upaya pembelaan yang akan anda tuangkan dalam Jawaban Tergugat. Namun ingat "Musuh Utama Anda adalah Klien Anda Sendiri", dalam artian jangan mempercayai secara keseluruhan apa yang disampaikan oleh klien anda. Akan sangat baik apabila anda mendorong agar klien anda untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya, namun ingat meskipun klien anda nyata-nyata "bersalah", anda terikat dengan kode "RAHASIA KLIEN", untuk itu anda wajib merahasiakan dan membelanya.
Pertanyaannya, apakah kita kemudian menjadi "Devil's Advocate"? Tentu tidak...biarkan proses hukum yang akan menyingkap kebenaran...dan adalah hak klien anda untuk mendapatkan pembelaan yang layak.

Bahan-bahan tersebut anda ramu terlebih dahulu dalam sebuah Legal Opinion. Setelah dilakukan analisa hukum atas isu-isu hukum yang muncul...barulah anda mulai menuangkannya dalam Jawaban Tergugat. Jawaban Tergugat terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
A. BAGIAN PEMBUKA, pada umumnya berisi identitas Tergugat dan/ atau Kuasanya

B. DALAM EKSEPSI
Bagian ini merupakan tangkisan yang belum ditujukan secara langsung untuk menjawab dalil-dalil gugatan. Bisa EKSEPSI FORMIL ataupun EKSEPSI MATERIIL.
Untuk Eksepsi Formil berkaitan dengan prosedur beracara yang ditempuh oleh Penggugat tidak tepat, misalkan:
1. Eksepsi Kompetensi, baik absolut maupun relatif. Misalkan Tergugat mendalilkan bahwa perkara a quo tidak bisa disidangkan di PN Surabaya, karena Tergugat bertempat tinggal di Sidoarjo (Eksepsi Kompetensi Relatif);
2. Eksepsi Non Plurium Litis Consortium, dalil tangkisan yang berisi bahwa pemeriksaan perkara tidak dapat dilanjutkan karena pihak yang berperkara kurang. Misalkan dalam suatu hubungan hukum utang piutang terdapat 5 Debitor yang bertanggunggugat secara renteng, namun oleh Kreditor yang digugat hanya 4 orang saja.
5. Eksepsi Error in Persona, Penggugat keliru mengenai orang yang digugat/ gugatan salah alamat.
6. Eksepsi Error in Objecto, Penggugat keliru mengenai objek gugatan.
7. Eksepsi Obscuur Libel, tidak jelas dasar gugatannya; dll
Sedangkan Eksepsi Materiil, misalkan:
1. Gugatan Daluwarsa, karena telah lampau waktu untuk mengajukan gugatan, ingat dalam hukum perdata dikenal 2 macam daluwarsa, yaitu:
- acquisitieve verjaring, dengan lampaunya waktu maka seseorang akan memperoleh hak; dan
- extictieve verjaring, dengan lampaunya waktu maka hapuslah hak gugat seseorang kepada pihak lain.
2. Gugatan Prematur, gugatan belum waktunya untuk diajukan bisa karena belum jatuh tempo atau telah dilakukan penundaan waktu pelaksanaan prestasi.
3. Eksepsi Bahwa Perjanjian Batal/ Dapat Dibatalkan, lihat pembahasan dari Pasal 1320 BW; dll

C. DALAM POKOK PERKARA
Pada bagian ini anda HARUS menjawab (baik membantah ataupun mengakui) tiap-tiap dalil yang ada dalam Surat Gugatan.

D. DALAM REKONPENSI
Bagian ini merupakan opsional apabila Tergugat menghendaki untuk menggugat balik. Seperti halnya gugatan biasa, hanya saja apabila perkara ini dikuasakan kepada Kuasa Hukum, maka dalam Surat Kuasa Khususnya harus menerangkan memberikan wewenang untuk mengajukan Rekonpensi. Dengan adanya rekonpensi maka:
Penggugat Konpensi (Asli/ Awal) -----menjadi-----> Tergugat Rekonpensi; dan
Tergugat Konpensi (Asli/ Awal) -----menjadi-----> Penggugat Konpensi

DALAM EKSEPSI, DALAM POKOK PERKARA dan DALAM REKONPENSI merupakan bagian dari POSITA Jawaban Tergugat

E. PETITUM
Berisi permintaan Tergugat Kepada majelis Hakim. Susunannya seperti yang ada pada Posita, jadi apabila dalam Posita terdapat DALAM EKSEPSI dan DALAM POKOK PERKARA saja, maka dalam Petitumnya hanya DALAM EKSEPSI dan DALAM POKOK PERKARA SAJA. Contoh:
DALAM EKSEPSI:
1. Mengabulkan Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
DALAM POKOK PERKARA:
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima
DALAM EKSEPSI DAN DALAM POKOK PERKARA:
Menghukum Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara.

Apabila Posita mengandung REKONPENSI, maka Petitum tinggal menyesuaikan saja dengan melengkapi bagian DALAM REKONPENSI seperti halnya petitum gugatan biasa.

CATATAN PENTING
Dalam menyusun Jawaban Tergugat pada prinsipnya anda harus membantah setiap dalil yang diajukan dalam Surat Gugatan, karena apabila tidak ada bantahan maka anda dianggap mengakui. Untuk itu penting mencantumkan kalimat penyangkal pada bagian awal posita, misalkan berbunyi:
"Bahwa Tergugat dengan ini membantah setiap dalil yang dikemukakan oleh Penggugat dalam Surat Gugatannya, kecuali yang secara tegas diakui oleh Tergugat."

Lebih sering anda berlatih, baik dengan kasus-kasus posisi fiktif maupun membaca dokumen hukum litigasi para praktisi yang telah diakui profesionalismenya, maka saya yakin anda akan semakin mahir dalam mempraktikkan pembuatan dokumen litigasi. SELAMAT MENCOBA!

Senin, 24 November 2008

Membuat Surat Gugatan


Saya yakin setiap Lawyer punya cara tersendiri dalam membuat surat gugatan. Surat gugatan bagi mereka tentunya seperti makanan sehari-hari, sehingga membuat surat gugatan kurang lebih seperti memasak makanan. Tapi tentu saja "rasanya" akan bermacam-macam, ada yang lembut mengalir dan elegan atau bahkan ada yang terasa pedas karena banyak kalimat yang ditujukan untuk menjatuhkan (menghujat) pihak lawan. Semua terserah pada si tukang masak (the Lawyer).
Bagi saya ada baiknya diperhatikan beberapa hal.
1. Menyusun Legal Opinion (LO), ini penting untuk menyaring informasi dari klien dan memisahkan fakta yang disampaikan sehingga tinggal fakta hukum yang merupakan bahan dasar untuk menyusun gugatan, dalam LO kita tentukan pula isu hukum, dasar hukum dan analisa hukum sebagai "bumbu pelengkap" untuk mempersiapkan gugatan.
2. Mulai menyusun Surat Gugatan, dalam tahap "memasak" ini perlu memperhatikan unsur-unsur yang harus ada, yaitu:
a. tanggal gugatan dan ditujukan kepada KPN yang berwenang secara relatif
b. identitas Penggugat dan Tergugat (mohon jangan sampai keliru, bisa-bisa dieksepsi Error in Persona);
b. Posita, berisi alasan-alasan sebagai dasar untuk mengajukan gugatan. Catatan: yang dimasukkan adalah fakta hukum saja (bukan fakta yang lain) yang disusun berdasarkan kronologis (urutan waktu). Posita akan menjadi dasar untuk petitum, tidak mungkin memohon sesuatu dalam petitum tanpa disertai alasan dalam posita. Maka apabila gugatan disertai permohonan sita jaminan sertakan pula positanya.
c. Petitum, berisi apa yang dimohonkan Penggugat berdasarkan alasan dalam posita. Susunlah petitum secara logis berurutan. Contoh salah:
"Menghukum Tergugat untuk membayar harga sewa sebesar Rp 2.000.000,00 kepada Penggugat;
Menyatakan Tergugat telah wanprestasi."
Kenapa contoh itu salah? Karena kita tidak bisa menghukum seseorang sebelum ia dinyatakan bersalah i.c. melakukan wanprestasi. Perlu juga untuk diketahui pada bagian awal petitum ada baiknya selalu diawali "Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya" (Mahasiswa sering kelupaan meski sudah dijelaskan berulangkali dalam praktikum).
d. tandatangan Penggugat atau Kuasa Hukumnya.
Apakah perlu menyertakan pasal-pasal peraturan perundang-undangan dalam surat gugatan? Ya! Itu sangat baik, namun tidak harus karena ketentuan dalam HIR yang ditujukan bagi kaum Bumiputera (yang saat itu dianggap kurang memahami hukum barat) tidak harus menyertakan ketentuan pasal-pasal peraturan perundang-undangan, hakimlah yang akan melengkapinya (Periksa Pasal 178 HIR).
Setelah disusun, baca dan cek beberapa kali, kemudian rasakan kalimat demi kalimat yang telah anda susun. Ada yang tidak pas? Mungkin ada perlu mengingat pelajaran Bahasa Indonesia di masa sekolah dulu, kalimat yang baik adalah kalimat yang sekurang-kurangnya memiliki S-P-O (subjek-predikat-objek). Catatan: BAHASA HUKUM SERINGKALI MEMILIKI NUANSA YANG BERBEDA DENGAN BAHASA PADA UMUMNYA.
Selamat Mencoba!

Bagaimana Memahami Hukum Acara Perdata



Hukum Acara Perdata, karena merupakan suatu proses (prosedur), maka pemahamannya harus secara komprehensif per tiap tahapan. Untuk itu anda harus tahu tahapan-tahapannya, yaitu:
1. Pra Gugatan, meliputi:
- penyusunan Surat Kuasa
- penyusunan Surat Gugatan
2. Tahap Gugatan, meliputi:
- pendaftaran;
- sidang pertama;
- mediasi;
- jawab-jinawab;
- pembuktian;
- kesimpulan;
- putusan.
3. Tahap Upaya Hukum, meliputi:
- Upaya hukum biasa: verzet tegen verstek, banding dan kasasi;
- Upaya hukum luar biasa: peninjauan kembali dan derden verzet
4. Tahap Eksekusi, meliputi:
- permohonan eksekusi;
- aanmaning; dan
- eksekusi
Terlalu panjang?? Oke anda dapat menyingkatnya menjadi:
1. Tahap di Pengadilan Negeri;
2. Tahap Upaya Hukum; dan
3. Eksekusi.
Dengan memahami urut-urutan tersebut akan lebih mudah bagi anda untuk mempelajari materi-materi dalam Hukum Acara Perdata. Penting pula bagi anda untuk sering-sering datang ke Pengadilan Negeri mengamati proses persidangan yang berlangsung, tapi jangan heran apabila terdapat "keganjilan" yang tidak sesuai dengan yang anda pelajari menurut teori/ buku.