Jumat, 12 Desember 2008

Kesalahan Terbanyak Mahasiswa dalam Praktikum Hukum Acara Perdata

1. Ketidaktelitian dalam mencermati kasus posisi, contoh: kesalahan penghitungan tenggang waktu pengajuan upaya hukum; tidak tahu pergantian posisi dalam upaya hukum, misalkan dahulu Tergugat sekarang Pembanding dst;
2. Asal contek - asal ketik, anda boleh menggunakan buku apapun untuk contoh dokumen hukum yang anda buat, TAPI sesuaikan dengan kasus posisi yang anda hadapi. Para pengajar tidak pernah memberikan kasus posisi untuk "PERLAWANAN", tapi mengapa tiba-tiba muncul dalam petitum: "Mengabulkan Perlawanan dari Pelawan"??? :(
3. Penulisan kalimat yang KACAU, tolong buka kembali pelajaran Bahasa Indonesia di masa SD, SMP dan SMA, bagaimana membuat kalimat yang baku dimana minimum selalu ada SUBJEK-PREDIKAT-OBJEK, seringkali dalam kalimat anda tidak ada subjeknya atau tidak ada predikatnya, jadi bagaimana saya harus mengartikan kalimat anda??? :(
4. Inkonsistensi peristilahan/ penulisan, misalkan: anda menggunakan istilah wanprestasi kemudian di tengah-tengah menjadi ingkar janji (toh meskipun memiliki arti yang sama, namun konsistensi peristilahan sangatlah penting).
5. Estetika penulisan masih kurang, tolong untuk selalu mengetik dengan justify (rata kanan-kiri), perhatikan pula aturan penomoran (dalam dokumen hukum hindari sedapat mungkin untuk menggunakan bullet).

Untuk permulaan dan sejauh proses yang saya amati, saya sangat mengapresiasi hasil pekerjaan anda. Dengan sering berlatih, saya yakin anda akan mampu menjadi seorang drafter dokumen litigasi/ contract drafter/ legal drafter yang handal.

Amicus Curiae v.s. Intervener

Dalam Hukum Acara Perdata -- dan dalam Hukum Acara Pengadilan TUN -- kita mengenal gugatan intervensi sebagaimana diatur di dalam Rv (HIR tidak mengatur tentang gugatan intervensi), dimana pihak ketiga (jadi bukan pihak yang semula berperkara) yang disebut sebagai intervenient/intervener masuk dalam pemeriksaan perkara. Ada 3 bentuk intervensi, yaitu:
1. voeging, dimana pihak ketiga masuk dalam pemeriksaan perkara dan kemudian menggabungkan diri dengan salah satu pihak (bisa bergabung dengan Penggugat atau Tergugat);
2. vrijwaring, dimana pihak ketiga masuk dalam pemeriksaan perkara karena ditarik oleh salah satu pihak, misalkan seorang debitor yang digugat oleh kreditor kemudian ia menarik penjaminnya (borg);
3. tussenkomst, dimana pihak ketiga masuk dalam pemeriksaan perkara untuk membela kepentinggannya sendiri.

Di sisi lain, terdapat pula apa yang disebut dengan AMICUS CURIAE (plural: amici curiae) dan untuk hal ini sistem peradilan kita tidak mengenalnya.

Amicus curiae adalah pihak ketiga, bukan pihak yang berperkara, yang masuk ke dalam pemeriksaan perkara secara sukarela untuk memberikan pendapat hukum atau aspek lain terkait dengan kasus yang sedang diperiksa dalam rangka membantu pengadilan untuk memutus perkara tersebut secara tepat.

Keberadaan amicus curiae sudah sangat dikenal dalam praktik-praktik pengadilan internasional seperti halnya dalam International Court of Justice, European Court of Human Rights atau forum penyelesaian sengketa di WTO. Di samping itu pengadilan di negara-negara Common Law System sudah sangat familier dengan amicus curiae, meskipun sebenarnya ia berasal dari sistem hukum Romawi pada abad IX. Bahkan di Amerika terdapat beberapa organisasi non-profit yang secara khusus memberikan advokasi dan bertindak sebagai amicus curiae, seperti halnya American Civil Liberties Union, Electronic Frontier Foundation dan American Center for Law and Justice.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa amicus curiae masuk ke dalam pemeriksaan dengan tanpa memiliki kepentingan secara langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.