Selasa, 27 Januari 2009

Doktrin Kompetenze-Kompetenze

Doktrin kompetenze-kompetenze terkait dengan kompetensi dari arbiter/ majelis arbitrase untuk memutuskan kewenangannya (yurisdiksinya) sendiri. Doktrin ini sangat erat kaitannya dengan doktrin separability (keterpisahan) perjanjian arbitrase. Beberapa pengadilan Inggris telah mengenal doktrin ini, namun beberapa masih berpendirian bahwa arbitrase tidak seharusnya memiliki kewenangan ini. Doktrin ini cukup kontroversial dan sangat bervariasi penerapannya pada satu negara dengan negara yang lain. Pengadilan Singapura belum menerapkan hal ini, putusan-putusan terdahulu lebih berpendirian bahwa arbiter/ majelis arbitrase tidak memiliki kompetensi untuk memutuskan kewenangannya sendiri. Dengan tidak adanya undang2 yang mengatur tentang hal itu, ketidakpastian pengaturan mengenai hal ini hanya dapat diputuskan dengan menerapkan peraturan prosedural yang menjamin kompetensi tersebut pada arbitrer/ majelis arbitrase.

Keuntungan dengan memberikan arbiter/ majelis arbitrase kompetensi untuk memutus isu terkait dengan kewenangannya akan dapat menghindarkan penundaan pemeriksaan perkara dan pembiayaan yang lebih ringan. Apabila hanya pengadilan saja yang dapat memutus isu tersebut, maka hal ini dapat dimanfaatkan oleh salah satu pihak untuk dengan sengaja menunda pemeriksaan di arbitrase dengan memasukkan permohonan untuk membatalkan proses pemeriksaan arbitrase yang sedang berjalan.

Bagaimana dengan di Indonesia? Dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, doktrin ini belum diadopsi. Sehingga belum ada kepastian apakah arbiter/ majelis arbitrase memiliki kompetensi untuk menilai dan memutuskan kewenangannya sendiri. Dalam praktik sejauh ini, pihak Termohon dalam jawabannya bisa mengajukan eksepsi kompetensi pada arbiter/ majelis arbitrase, dan atas adanya eksepsi ini arbiter/ majelis arbitrase akan memutus apakah dirinya berwenang ataukah tidak, dengan demikian pada dasarnya arbitrase telah menerapkan doktrin kompetenz-kompetenz meskipun tidak diatur dalam undang-undang. Sangat jarang pihak Termohon melawan (challenge) yurisdiksi arbitrase di pengadilan pada awal pemeriksaan perkara di arbitrase. Kebanyakan pihak yang dikalahkan baru melawannya di pengadilan setelah jatuh putusan arbitrase melalui upaya pembatalan putusan arbitrase.

Dalam praktik arbitrase internasional (ICSID, ICC, Permanent Court of Arbitration), dalam setiap putusan arbitrase meskipun tidak ada perlawanan terhadap yurisdiksi arbitrase (eksepsi), arbiter wajib mencantumkan pertimbangan mengenai kewenangannya dalam memeriksa perkara tersebut.

Tidak ada komentar: